Setiap kali hujan turun dengan intensitas tinggi, sebagian wilayah Jayapura kembali terendam air. Jalan-jalan utama lumpuh, rumah warga tergenang, dan aktivitas ekonomi terganggu. Fenomena ini seolah menjadi rutinitas tahunan yang belum menemukan ujung solusi. Banjir di Jayapura bukan semata akibat cuaca ekstrem, tetapi juga hasil dari kombinasi berbagai faktor lingkungan, tata kota, dan perilaku manusia. Di balik genangan air itu, tersimpan persoalan lama yang menuntut langkah nyata dari semua pihak.
Curah Hujan Tinggi dan Kondisi Alam yang Kompleks
Jayapura dikenal memiliki curah hujan tinggi hampir sepanjang tahun. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jayapura, pada Oktober 2025 curah hujan di wilayah ini mencapai rata-rata 450 milimeter, meningkat hampir 30 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Kondisi geografis Jayapura yang dikelilingi perbukitan memperparah risiko banjir. Air hujan dari daerah tinggi mengalir deras ke pusat kota yang berada di dataran rendah, terutama di kawasan Abepura, Entrop, dan Pasar Youtefa. Ketika saluran air tidak mampu menampung debit air yang besar, banjir pun tidak terhindarkan.
Namun, curah hujan tinggi hanyalah satu sisi dari persoalan. Faktor alam ini sebenarnya bisa diantisipasi bila sistem drainase dan tata kota berjalan sebagaimana mestinya.
Masalah Drainase dan Alih Fungsi Lahan
Salah satu penyebab utama banjir Jayapura adalah buruknya sistem drainase kota. Banyak saluran air yang dangkal, tersumbat sampah, atau bahkan tidak terhubung satu sama lain. Beberapa daerah baru berkembang tanpa perencanaan saluran pembuangan yang memadai, sehingga air hujan meluap ke permukiman warga.
Selain itu, alih fungsi lahan menjadi faktor serius. Hutan-hutan kecil di daerah perbukitan yang dulu menjadi daerah resapan air kini berubah menjadi kawasan perumahan dan pertokoan. Akibatnya, air hujan yang seharusnya diserap tanah justru mengalir cepat ke bawah.
Menurut pengamat lingkungan, masalah ini bukan sekadar teknis, tetapi juga menyangkut kesadaran dan tata kelola wilayah. Kalau pembangunan tidak disertai kajian lingkungan yang ketat, maka Jayapura akan terus dikepung banjir setiap tahun.
Sampah dan Kebiasaan Warga
Tidak sedikit saluran air di Jayapura yang tersumbat akibat penumpukan sampah rumah tangga. Plastik, botol, dan limbah makanan menutup parit-parit kecil di lingkungan padat penduduk. Saat hujan turun, air tidak bisa mengalir lancar dan akhirnya meluap ke jalan atau rumah warga.
Kebiasaan membuang sampah sembarangan masih menjadi tantangan besar. Meski pemerintah sudah memasang papan peringatan dan menyiapkan bak penampungan, perubahan perilaku warga masih berjalan lambat. Dalam konteks ini, edukasi lingkungan menjadi kunci penting agar masyarakat merasa memiliki tanggung jawab menjaga kebersihan kota.
Upaya Pemerintah dan Harapan Warga
Pemerintah Kota Jayapura telah melakukan berbagai langkah, mulai dari normalisasi drainase, pembersihan saluran, hingga rencana pembangunan kolam retensi di kawasan Entrop dan Dok IX. Namun, upaya tersebut belum mampu mengimbangi laju pembangunan dan curah hujan ekstrem yang meningkat setiap tahun.
Beberapa komunitas lokal juga mulai bergerak. Mereka rutin mengadakan kegiatan bersih sungai dan edukasi lingkungan bagi anak sekolah. Gerakan kecil ini membuktikan bahwa penanganan banjir tidak harus selalu menunggu pemerintah, tetapi bisa dimulai dari warga sendiri.
Harapan warga sederhana: agar hujan tidak lagi menjadi ancaman. Dengan perbaikan sistem drainase, pengawasan pembangunan, dan peningkatan kesadaran bersama, Jayapura sebenarnya bisa mengubah wajahnya menjadi kota yang tangguh terhadap banjir.
Langkah Nyata Menuju Jayapura Bebas Banjir
Untuk mengatasi banjir secara berkelanjutan, ada beberapa langkah yang realistis:
- Rehabilitasi drainase utama dan tersier, khususnya di kawasan Abepura dan Entrop.
- Reboisasi di daerah hulu agar daya serap air meningkat.
- Penegakan hukum lingkungan terhadap pelaku alih fungsi lahan tanpa izin.
- Edukasi berkelanjutan kepada warga agar tidak membuang sampah sembarangan.
- Pembangunan sistem peringatan dini banjir berbasis data BMKG dan sensor curah hujan lokal.
Langkah-langkah ini tidak mudah, tapi jika dijalankan bersama, Jayapura bisa perlahan keluar dari siklus tahunan banjir yang melelahkan.
Penutup
Banjir Jayapura bukan takdir, melainkan peringatan. Peringatan bahwa alam tidak bisa terus menanggung beban pembangunan tanpa perhitungan. Saat hujan berikutnya datang, semoga air yang mengalir bukan lagi membawa lumpur dan kesedihan, tetapi harapan akan kota yang lebih bersih, hijau, dan tangguh.
